Monday, January 13, 2014

Cerita Bersama Tetangga Part IX: Jalan-Jalan Awal Tahun Ke Ketep Pass



Pagi itu tiga motor membawa serombongan anak muda terlihat menuju Ketep. Anak muda itu adalah saya, kakak dan tiga tetangga saya-tiga pria dan dua wanita. Bisa dikatakan, kami merupakan salah satu rombongan pertama yang sampai disana. Suasana parkiran masih sepi dan mungkin akan segera ramai beberapa jam ke depan mengingat hari itu masih termasuk ke dalam libur panjang awal tahun. Kurang lengkap memang rasanya kalau awal tahun tidak dipakai melancong ke suatu tempat. Begitu pula kami semua yang akhirnya memilih menuju ke Ketep Pass sebagai tujuan jalan-jalan awal tahun ini.

Sebenarnya, tujuan awal kami bukanlah menuju Ketep Pass melainkan ke Kota Magelang. Namun di detik-detik terakhir, tujuan berubah setelah si Adit, personel paling muda se-rombongan, mengaku tidak kuat kalau harus motoran jauh-jauh karena masih meriang. Kami pun putar otak, bingung hendak kemana lagi karena nyaris tempat-tempat wisata di sekitaran Kota Salatiga sudah pernah disambangi. Tersepakatilah kemudian Ketep Pass, apalagi kakak dan salah satu tetangga yang lain, Mbak Reza, belum pernah kesana. Saya sih ngikut-ngikut aja, toh buat saya jarak tak pernah menjadi masalah, dan kebersamaan antar kami semualah yang terpenting.

Saya masih ingat, pertama kali menginjakkan kaki di Ketep Pass adalah pada jaman awal-awal SMP. Waktu itu obyek wisata yang terletak di Sawangan, Kabupaten Magelang ini masih baru-barunya diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Duh, dulu rasanya kalau sudah berkunjung kesini semacam menambah kharisma dan kegaulan seorang anak kemarin sore. Tak menyangka sepuluh tahun kemudian saya kembali lagi menyambanginya. 

From left-right: Mbak Vica, Mbak Reza, Adit, Dody and me

Sepuluh tahun memang waktu yang lama sehingga tidak mengherankan kalau ada perubahan antara Ketep yang dulu dengan sekarang, meski tidak banyak. Perubahan yang paling jelas terlihat adalah dari area parkir yang semakin luas. Dulu parkir cuma bisa di area depan dan pinggir jalan, sekarang tersedia area parkir belakang yang luas dan nyaman. Perubahan lainnya antara lain volcano museum yang lebih tertata, toilet yang lebih bersih, adanya coffee shop di area dalam, serta deretan warung penjaja kuliner khas Ketep di area belakang.

Koleksi museum: foto-foto Merapi dari jepretan
para fotografer

Diorama Gunung Merapi di tengah Museum

Deretan warung penduduk sekitar yang tertata rapi

Dikarenakan letaknya yang lumayan tinggi, yakni pada ketinggian 1.200 mdpl maka dari Ketep Pass kita bisa melihat lima gunung sekaligus jika cuaca sedang cerah. Kelima gunung itu adalah Gunung Merbabu, Gunung Slamet, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing dengan fokus utama Gunung Merapi. Gunung Merapi memang terlihat jelas sekali dari tempat ini, berdiri agung di depan mata. Sebenarnya ada dua teropong yang bisa digunakan untuk melihat gunung-gunung tersebut, sayang salah satu teropong yaitu teropong di tempat tertinggi dari Ketep justru rusak. 

Gunung Merapi pagi itu. Ada yang lihat sinar putih
di foto ini? Saya juga tak tahu itu apa. -_-


Dudukan teropong yang rusak

Selepas puas menikmati pemandangan dan beristirahat di gazebo, kami berlima memutuskan untuk menikmati film tentang Gunung Merapi di bioskop mini yang ada disana. Kursi penonton harus penuh terlebih dahulu sebelum film dapat dimulai, petugas pun  dengan gencar berkoar-koar menawarkan pada setiap pengunjung yang datang. Untunglah, selain kami banyak pengunjung yang hendak menonton sehingga kami tidak perlu menunggu lama. Film dokumenter berdurasi 20 menitan dimulai dengan narasi seputar informasi tentang Gunung Merapi, selanjutnya pengunjung disuguhi oleh kedahsyatan dari letusan gunung yang termasuk dalam deretan gunung berapi paling aktif di dunia ini. Saya sukses merinding waktu melihat luapan lava pijar, gempuran wedhus gembel (awan panas) dan cucuran lahar dingin yang membawa kerusakan dan kematian. Sebagai seorang manusia, entah kenapa saya merasa powerless dibandingkan semua itu. Semakin sedih lagi waktu melihat warga-warga sekitar yang menjadi korban dan telah kehilangan harta, hewan ternak, tanaman, bahkan nyawa mereka selama erupsi tahun 2010 yang lalu. Namun, tetap saja Gunung Merapi adalah bagian dari jiwa mereka dan hubungan ini tak akan terputus sampai kapanpun.

Pemandangan ladang penduduk

Gazebo-gazebo kecil 

Ketep Volcano Theater

Hari semakin siang saat kami telah selesai menonton film, samar-samar di kejauhan tercium aroma yang begitu mengundang selera. Ya, aroma mendoan hangat khas Ketep mendadak menerbitkan kembali rasa lapar yang tadi sempat terlupa gara-gara menjelajah setiap sudut Ketep. Bergegas, kami berjalan keluar menuju area depan untuk sejenak menikmati sajian-sajian yang ditawarkan oleh salah seorang penjual yang selalu menjadi langganan saya. Benar kata film tadi, kalau di balik keganasan Gunung Merapi, ia telah menjelma menjadi pelindung dan penghidup bagi warga sekitar. Termasuk kepada si ibu penjual mendoan, tanpa Merapi mungkin dia tak akan bisa berjualan seperti ini. Nature was sometimes being harsh, but most of the times it was good, right?

Cost:
1. Tiket masuk Ketep Pass (1 motor, 2 penumpang): Rp 11.000,00
2. Tiket bioskop mini per orang: Rp 7.500,00


Happy New Year 2014 from us! 

Salam Kupu-Kupu dan terima kasih tetangga ^^d


2 comments:

  1. jadi kangen untuk berkunjung kesana lagi, mudah-mudahan dapat kesempatan kunjungan ke ketep lagi deh

    ReplyDelete